Diriwayatkan bahwa, “Rasulullah Saw. menaiki bukit Shafa sehingga dapat melihat Ka’bah.”
Meskipun demikian, sa’I cukup dimulai dari kaki bukit. Menaikinya lebih dari itu merupakan sesuatu yang mustahab (dianjurkan).[ii]
Pengertian Sa’I
Sa’i ialah berjalan dari buki Safa ke bukit Marwah dan sebaliknya, sebanyak tujuh kali yang berakhir di bukit Marwah.[iii] Perjalanan dari bukit Safa ke bukit Marwah dihitung satu kali dan juga dari bukit Marwah ke bukit Safa dihitung satu kali.
Proses Melaksanakan Sa’I
Pada mulanya, hendaknya sa’I dimulai dengan langkah-langkah biasa, sampai dekat dengan tanda pertama berwarna hijau, kira-kira sejauh enam hasta. Dari tempat itu, hendaknya jamaah haji mempercepat langkah atau berlari-lari kecil sehingga sampai di tanda hijau yang kedua, kemudian dari sana berjalan kembali dengan langkah-langkah biasa.
Apabila telah sampai di bukit Marwah, hendaknya menaiki bukit Marwah seperti yang dilakukan ketika di bukit Safa. Setelah itu menghadap ke arah Shafa dan berdoa seperti sebelumnya. Dengan demikian, jamaah haji telah selesai melakukan satu kali lintasan sa’i. jika telah kembali lagi ke bukit Shafa, maka dihitung dua kali. Begitulah selanjutnya sampai tujuh kali lintasan.
Dengan selesainya tujuh kali lintasan itu, maka jamaah haji telah menyelesaikan dua hal, yakni thawaf qudum dan sa’i. [iv]
Jika jamaah haji memulai sa’Inya dari Marwah, sa’I dianggap sah akan tetapi harus menambah satu perjalanan lagi sehingga berakhir di Marwah.[v] Bagi jamaah haji yang sakit boleh menggunakan kursi roda.
Adapun persyaratan bersuci dari hadats besar maupun kecil ketika mengerjakan sa’I, hukumnya mustahab (dianjurkan) dan bukan wajib seperti dalam mengerjakan thawaf.[vi]
Hikmah Sa’i
Ritual sa’I ini merupakan napak tilas dari upaya yang dilakukan Hajar untuk mencarikan air bagi putranya Ismail yang kehausan.[vii] Hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan sa’I ini diantaranya, bolak-baliknya jamaah haji antara bukit Shafa dan Marwah di halaman Ka’bah, menyerupai perbuatan seorang hamba yang berjalan pulang pergi secara berulang-ulang di halaman rumah sang Raja. Hal itu dilakukannya demi menunjukkan kesetiaannya dalam berkhidmat, seraya mengharap agar dirinya memperoleh perhatian yang disertai kasih sayang.[viii]
[i] Al-Ghazali. Rahasia Haji dan Umrah. (Bandung: Karisma, 1997). hlm. 65.
[ii] Ibid.
[iii] Tri May Hadi. Kumpulan Doa, Dzikir, dan Tanya Jawab untuk Ibadah Haji dan Umrah. (Jakarta: Kesaint Blanc, 2009). hlm. 140.
[iv] Al-Ghazali. Op.Cit. hlm. 67-68.
[iv] Al-Ghazali. Op.Cit. hlm. 67-68.
[v] Tri May Hadi. Op.Cit. hlm. 141.
[vi] Al-Ghazali. Op.Cit. hlm. 68.
[vii] Maisarah Zas. Haji dan Pencerahan Jati Diri Muslim. (Bandung: Alfabeta, 2005). hlm. 163.
[vii] Maisarah Zas. Haji dan Pencerahan Jati Diri Muslim. (Bandung: Alfabeta, 2005). hlm. 163.
[viii] Al-Ghazali. Op.Cit. hlm. 136-137.
0 komentar:
Posting Komentar